TOREHAN KISAH DI PANTI WERDHA WISMA MULIA

Udara panas dan teriknya matahari menyusuri perjalanan kami ke panti Werdha yang beralamat di Jelambar Grogol. Grab online menjadi keputusan terbaik untuk mengantarkan kami ke panti. 15 menit berlalu, akhirnya sampai juga. Setiba di sana, kami diarahkan ke aula pertemuan. Saat kaki melangkah menuju ruangan tersebut, kami melihat beberapa Opa Oma dengan balutan baju yang rapi sudah duduk menunggu. Tidak banyak gerak, hanya duduk saja dipapah kursi roda dan tongkat. Sebanyak 50 lansia, 17 opa dan 33 oma tinggal di panti tersebut.

Acara pertama, perkenalan. Perhatian dan senyum tipis tertuju pada kami. Setelah itu, kami mengajak opa dan oma untuk bernyanyi dan bergoyang bersama. Suasana canggung pun hilang dan tampak opa dan oma menikmati lagu yang sedang diputar. Ternyata ada beberapa opa dan oma yang tidak hanya menguasai Bahasa Indonesia, tapi juga Bahasa Jepang dan Mandarin. Musik pun berhenti, namun keceriaan tetap tinggal di wajah mereka.

Selain kunjungan kami, keseharian di Panti Werdha Wisma Mulia ternyata diisi dengan berbagai kegiatan yang menarik dan bermanfaat. Di antaranya adalah kegiatan melukis yang menjadi ruang ekspresi para lansia. Dengan kuas dan cat warna-warni, mereka menuangkan kenangan masa muda, kerinduan, dan imajinasi ke atas kanvas. Beberapa lukisan bahkan tampak begitu hidup, seolah bicara lewat warna.

Tak hanya seni, aktivitas fisik juga tetap dijaga. Setiap minggu, ada sesi taekwondo ringan yang disesuaikan dengan kemampuan para lansia. Gerakan sederhana namun bermakna, menjadi latihan tubuh sekaligus penyemangat jiwa. “Supaya badan nggak cepat kaku,” celetuk salah satu oma sambil tertawa ringan.

Kegiatan rohani pun tidak luput dari perhatian. Setiap Jumat diadakan ibadah untuk lansia yang beragama Islam. Hari Sabtu khusus untuk ibadah Katolik, dan hari Minggu menjadi momen kebersamaan lewat ibadah oikumene yang diikuti oleh semua penghuni panti tanpa memandang latar agama. Momen-momen ini tidak hanya menenangkan, tetapi juga mempererat rasa kekeluargaan di antara mereka.

Hari pun berlalu tanpa terasa. Di ujung acara, kami membagikan bingkisan kecil. Bukan soal isinya, namun wajah-wajah berseri mereka saat menerima itulah yang membuat kami terharu. Beberapa oma menggenggam tangan kami lama-lama, seolah menyampaikan sesuatu yang tak sempat diucap.

Kunjungan ini meninggalkan kesan mendalam. Di balik rambut putih dan tubuh renta itu, tersimpan lautan cerita, harapan, dan semangat hidup yang tak pernah padam. Kami pulang dengan hati yang penuh—bukan karena kami telah memberi, tapi karena kami telah menerima begitu banyak.

https://www.instagram.com/reel/DKlg6oEBcAd

Scroll to Top